BAB I
PENDAHULUAN
TES SELEKSI UNTUK
PILIHAN KARIR
A.
Latar
Belakang
Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah diberlakukan
hampir satu dekade. Demikian pula kurikulum yang digunakan oleh satuan-satuan
pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah yang ada di tanah air, yang
dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, telah diberlakukan
selama tujuh tahun. Pengembangan kurikulum 2013 diharapkan mampu menghasilkan
insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif dan afektif, melalui
penguatan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang terintegrasi.
Pelayanan
Bimbingan dan Konseling (BK) yang baik dalam kategori yang disebut umum maupun
arah peminatan peserta didik, dimulai sedini mungkin, yaitu sejak mereka menjalani
pendidikan jenjang sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyyah dan terus berlanjut
pada jenjang menengah pertama dan menengah atas. Ini berarti pemilihan karir,
peminatan pada siswa khususnya, perlu mendapatkan perhatian dari para guru BK
atau para konselor.
Dewasa
ini sudah berkembang pengukuran atau tes mengenai seleksi karir itu sendiri.
Jumlah dan keragaman tes-tes standar oleh Gibson (2011: 355)dijelaskan bahwa
mensyaratkan pengenalan dan kemampuan mengaplikasikan kriteria yang tepat dalam
memilih tes. Banyaknya kritikan tentang pengetesan standar di sepanjang waktu
yang berfokus kepada perancangan instrumen tes yang tidak optmal dan penggunaan
oleh individu kurang terlatih menjadikan dua kriteria ini mutlak berlaku.
Tentunya, terdapat sejumlah alasan klinis dan riset bagi ketidak percayaan kita
terhadap data yang dihasilkan peranti asesmen. Namun demikian, konselor tetap
dapat menggunakannya asalkan dua syarat di atas dipenuhi: tidak menggunakan tes
standar yang tidak memberikan pengukuran akurat, dan tidak boleh digunakan
konselor yang tidak kompeten menginterpretasikan. Sebuah kekeliruan dalam
pengukuran atau interpretasi akan menghasilkan kekeliruan dalam pengambilan
keputusan terkait klien.
Sehingga
dapat disimpulkan bahwa proses tes seleksi karir sangat penting dalam diri
seorang klien sebagai gambaran kondisinya dan pertimbangan untuk pemilihan
karir. Oleh karena itu guna memperoleh kejelasan mengenai tes seleksi untuk
pemilihan karir dari segi kecerdasan, motivasi, bakat, dan pilihan karir, maka
penulis akan mengulas makalah dengan judul”Tes Seleksi Untuk Pilihan Karir”.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang pada makalah
ini maka yang menjadi rumusan masalah adalah:
1. Apa
saja bentuk-bentuk tes seleksi pilihan karir pada kecerdasan, motivasi,bakat dan pilihan karir?
2. Bagaimanakah
peranan konselor dalam mengimpelementasikan tes seleksi karir pada konseli?
C.
Tujuan
Tujuan makalah ini adalah:
1. Untuk
mengetahui apa sajakah bentuk-bentuk tes seleksi pilihan karir pada kecerdasan, motivasi,bakat dan pilihan karir?
2. Untuk
mengetahui bagaimanakah peranan konselor dalam mengimplementasikan tes seleksi
karir pada konseli?
D.
Manfaat
1. Bagi
Konseli
Untuk memahami tes seleksi pilihan karir
yang ada dan memantapkan diri dalam pengambilan keputusan karir.
2. Bagi
Konselor maupun Para Peneliti Lanjut
Sebagai bahan kajian mengenai tes
seleksi pemilihan karir maupun bahan kajian selanjutnya tentang karir
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kecerdasan
Untuk
mengetahui bagaimana mengungkap tes seleksi pilihan karir pada kecerdasan maka
berikut akan diulas mengenai apa itu kecerdasan, jenis tes kecerdasan dan
manfaatnya untuk klien pada khususnya.
1.
Pengertian
Sobur
(2003:156) menjelaskan bahwa intelek adalah daya atau potensi untuk memahami,
sedangkan inteligensi adalah aktivitas atau perilaku yang merupakan perwujudan
dari daya atau potensi tersebut.
Walgito
(2004:191) menjelaskan bahwa kecerdasan (inteligensi) berasal dari kata latin
yaitu intelligere yang berarti mengorganisasikan, menghubungkan atau menyatukan
satu dengan yang lain (to organize, to
relate, to behind together).
Sehubungan
dengan intelegensi, ada beberapa para ahli lain yang mendefinisikan intelegensi
atau kecerdasan sebagai: “Kemampuan untuk berpikir secara abstrak” (Terman);
“Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya” (Colvin); ada pula
yang mendefinisikan intelegensi sebagai teknik untuk memproses informasi yang
disediakan oleh indra” (Hunt).
Sehingga
dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa inteligensi
adalah kemampuan atau daya potensi yang bersifat komprehensif, baik kemampuan
berpikir secara abstrak, memproses informasi maupun kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
2.
Jenis Tes Kecerdasan
Masing-masing
individu berbeda-beda dalam segi inteligensinya. Karena berbeda dalam segi
inteligensinya, maka individu satu dengan individu yang lain tidak sama
kemampuannya dalam memecahkan sesuatu masalah yang dihadapinya. Mengenai soal
perbedaan inteligensi ini ada pandangan yang menekankan pada perbedaan
kualitatif dan pandangan yang menekankan pada perbedaan kuantitatif.
Walgito
(2004: 198) menjelaskan bahwa pandangan pertama berpendapat bahwa inteligensi
individu satu dengan yang lain itu memang secara kualitatif berbeda, yang
berarti bahwa pada dasarnya memang telah berbeda inteligeni individu satu
dengan yang lain. Pandangan kedua menitikberatkan pada perbedaan kuantitatif,
yang berarti perbedaan inteligeni itu semta-mata karena perbedaan materi yang
diterima atau karena perbedaandalam proses belajarnya. Perbedaan dalam proses
belajar akan membawa dalam segi inteligensinya.
Baik
pandangan yang pertama maupun pandangan yang kedua, keduanya mengakui bahwa
individu satu dengan individu lain berbeda dalam segi inteligensinya. Persoalan
yang timbul ialah bagaimana orang dapat mengetahui taraf inteligensi itu.
Untuk
dapat mengetahui taraf inteligensi seseorang, orang dapat menggunakan
inteligensi. Dengan tes inteligensi diharapkan akan dapat mengungkap
inteligensi seseorang, dan akan dapat diketahui tentang keadaan tarafnya. Orang
yang dipandang sebagai pertama-tama yang menciptakan tes inteligensi adalah
Binet. Berikut adalah beberapa macam tes inteligensi:
a) Binet
Tes inteligensi Binet
disusun pertama kali tahun 1905 yang kemudian mendapatkan bermacam-macam revisi
baik dari Binet sendiri maupun dari para ahli yang lain. Tes yang disusun dalam
tahun 1905 itu kemudian direvisi oleh Binet sendiri pada tahun 1908 sebagai
revisi pertama, dan pada tahun1911 diadakan revisi lagi sebagai revisi yang
kedua.
Tahun 1916 tes Binet
direvisi, dan diadaptasi disesuaikan penggunaannya di Amerika yang dikenal
dengan revisi Terman dari Stanford University dan dikenal dengan Stanford
Revsion, juga dikenal dengan tes Inteligensi Stanford-Binet. Terman membakukan
pemberian tes dan mengembangkan norma tingkat usia, dengan memberikan tes
kepada ribuan anak. Tes Binet ini kemudian dikenal dengan nama Stanford Binet
Scale direvisi lagi tahun 1937, 1960, 1972, dan terakhir pada tahun 1986. Di
samping itu juga digunakan pengertian Intelligence Quotient atau disingkat IQ.
Indeks ini mengekspresikan inteligensi sebagai rasio usia mental (MA) terhadap
usia kronologis (CA).
IQ=(MA:CA)X 100
100 digunakan sebagai
pengali, sehingga IQ memiliki nilai 100 jika MA sama dengan CA. Jika MA lebih
rendah dari CA maka IQ lebih kecil dari 100, jika MA lebih tnggi dari CA, maka
IQ lebih tinggi dari 100.
Gibson (2011:359)
menjelaskan bahwa tes tersebut masih tetap populer sampai sekarang, bahkan
dengan revisi terbarunya adalah edisi kelima (2003) yang bisa digunakan untuk
individu berusia 2 sampai 85 tahun. Berikut
adalah contoh tipikal soal stanford binet intelligence Scale revisi 1986, untuk
anak usia 6 sampai 8 tahun:
(1) Penalaran
verbal
Contoh:mendefinisikan
kata, menjawab pertanyaan,dan lain-lain.
(2) Penalaran
kuantitatif
Contoh: melakukan hitung
aritmatika sederhana, mengurutkan angka, atau membentuk persamaan
(3) Penalaran
abstrak/visual
Contoh: analisis pola,
mencontoh gambar
(4) Memori
jangka pendek
Contoh:megingat bentuk,
mengingat kalimat,megingat benda
b) Wechler
Seiring berkembang
dengan pesatnya tes inteligensi, dalam tahun 1939 David Wechsler (ahli
psikologi klinis) menciptakan individual intelligence test,yang dikenal dengan
Wechler Bullevue Intelligence test yang dikenal dengan tes inteligensi WB.
Dalam tahun 1949 diciptakann tes Wechsler Intelligence for Children atau sering
dikenal dengan tes inteligensi WISC,yang khusus diperuntukkan anak-anak.
Klasifikasi IQ-nya adalah:
Very superior
|
IQ di atas 130
|
Superior
|
IQ 120- 129
|
Bright Normal
|
IQ 110 - 119
|
Average
|
IQ 90 - 109
|
Dull Normal
|
IQ 80 - 89
|
Borderline
|
IQ 70 - 79
|
Mental
defective
|
IQ 69 dan ke
bawah
|
Tabel
2.1 Klasifikasi IQ Wechsler
Pada
tahun 1955 Wechsler menciptakan tes inteligensi untuk orang dewasa yang dikenal
dengan Wechsler Adult Intelligence Scale atau yang dikenal dengan tes intelegensi
WAIS.
Wechsler
mengembangkan tiga perangkat instrumen kecerdasan yang mirip pendekatannya
namun diperuntukkan bagi kelompok usia yang berbeda-beda. Gibson (2011:360)
menyebutkan jenis-jenis tes itu adalah WPPSI-III, WISC-IV, WAIS-III. Karena kemiripan
semua instrumen kecerdasan Wechsler, maka informasi tentang WAIS-III berikut
dapat dianggap menggambarkan kerangka umum penskoran WPPSI-III, dan WISC-IV,
meski ada juga sejumlah perbedaan kecil di antara ketiganya seperti uraian
berikut:
-
Verbal
Comprehension Index: mengukur perhatian verbal,
konsentrasidan kecepatan pemrosesan, mengandung subtes seperti kosakata,
padanan kata, informasi dan pemahaman.
-
Perceptual
Organization Index: mengukur kemampuan persepsi
visual dan koordinasi tangan-mata,meliputi subtes seperti rncangan balok,
penalaran matriks,penyelesaian gambar, dan sebagainya.
-
Working
Memory Index: mengukur kemampuan individu memproses
informasi dan penggunaan aktif informasi yang masuk.
-
Processing
Speed Index: mengukur kecepatan mental dan motorik
dan kemapuan untk mengorganisasikan, merencanakan dan mengimplementasikan
strategiyang tepat.
Walgito
(2004:202) menambahkan lebih lanjut bahwa tes WAIS pada dasarnya merupakan tes
intelegensi ndividual dengan menggunakan bermacam-macam tugas. Sub tes dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu yang verbal dan yang performance.
Bagaimana bentuk sub tes dari WAIS dapat dilihat pada tabel berikut:
Verbal subtest
|
Performance
subtest
|
Information
|
Picture
arangement
|
General
comprehension
|
Ppicture completion
|
Memory span
|
Block design
|
Arithmetic
reasoning
|
Object
assembly
|
Similarities
|
Digit symbol
(coding)
|
Vocabulary
|
Tabel 2.2 subtes WAIS
B.
Motivasi
- Pengertian
Walgito
(2004:220) menjelaskan bahwa motivasi berasal dari kata motif. Sedangkan motif
bersal dari bahasa Latin movere yang diartikan sebagai kekuatan yang terdapat
dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat atau merupakan driving force.
Motif
sebagai pendorong pada umumnya tidak berdiri sendiri, tetapi saling kait
menkait dengan faktor-faktor lain. Hal-hal yang dapat mempengaruhi motif
disebut motivasi. Motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme
yang mendorong perilaku ke arah tujuan.
- Tes Motivasi
Nathan
dan Hill (2012:143-144)menjelaskan bahwa pada sebagian kuesioner yang ada
bersifat “normatif”, artinya “skor” klien dibandingkan dengan populasi secara
umum atau dengan populasi tertentu. Sebagai contoh, respon-respon seseorang
mungkin menunjukkan kesukaan yang lebih besar untuk berhubungan dengan
orang-orang dibanding mayoritas populasi.
Menurut
Nathan minat dan motivasi saling berkaitan. Dan untuk menumbuhkan minat itu
perlu adannya dorongan atau rewarding sebagai salah satu kunci vital yang
memotivasi seseorang. Kemampuan semata tidak banyak berguna tanpa minat yang adekuat
untuk mendukungnya.
Konselor
karir dapat membantu klien mengases minatnya dengan menggunakan beberapa
pertanyaan berikut:
-
Mata pelajaran apa yang
paling Anda sukai di sekolah?
-
Pekerjaan/aspek-aspek
pekerjaan yang mana yang paling Anda nikmati?
-
Apa kegiatan
ekstrakurikuler yang Anda ikuti dengan senang hati?
-
Apa hobi, minat dan
kegiatan yang Anda nikmati pada waktu luang?
-
Dan lain-lain.
C.
Bakat
Tes-tes ini memiliki data normatif,
artinya data itu telah diuji pada sebuah populasi random atau representatif
yang mengerjakan tes tersebut. Sebagai contoh, salah satu tes yang digunakan
memiliki sebuah kelompok pembanding “populasi secara umum” dan tes untuk
tingkat manajerial dan profesional:. Jika menggunakan tes untuk orang-orang
yang lebih muda, mungkin tepat guna untuk menggunakan kelompok pembanding yang
sama dengan tingkat pendidikan individu yang bersangkutan. Dari pengalaman kami
di bidang konseling karier, kelompok “populasi secara umum” biasanya sudah
cukup ketika menggunakan sebuah tes bakat diferensial, karena ini memungkinkan
kapasitas-kapasitas alamiah individu untuk ditunjukkan, melalui perbedaan,
bukan hanya tingkat, yang dicapai. Kinerja Aperson pada tes dibandingkan dengan
kinerja orang lain, dan sebuah profil dihasilkan dari berbagai kekuatan dan
kelemahan relatif. Bidang-bidang yang lazim diukur termasuk penalaran abstrak,
verbal, dan numerik. (Nathan, 2012: 141)
Tes-tes tersebut harus:
1.
Valid, sebuah tes harus
mengukur apa yang dimaksud untuk diukur. Tipe-tipe utama validitas termasuk:
a) Validitas
isi, yang berhubungan dengan seberapa baik hubungan antara sebuah tes dan
perilaku. Jika tes mengatakan bahwa ia mengukur bakat, maka ia seharusnya tidak
memasukkan pertanyaan-pertanyaan yang mengukur prestasi.
b) Validitas
konstrak, yaitu sejauh mana tes mengukur sebuah konstrak teoritik seperti
misalnya kemampuan verbal dan
c) Validitas
prediktif, yang mempertimbangkan sejauh mana sebuah tes dapat dianggap
memprediksi kualitas yang diukur, dan
2. Reliabel,
tes seharusnya memberikan indikasi yang cukup konsisten tentang sebuah
kemampuan dari waktu ke waktu.
Jadi,
jika sekelompok orang mengerjakan tes yang sama dua kali, setelah selang waktu
yang wajar hasil-hasilnya identik atau nyaris identik, maka kemungkinan tes
tersebut realibel.
Setiap
tes seharusnya disertai dengan manual, yang mendeskripsikan tentang penelitian
yang dilakukan dan memberikan angka-angka untuk realibilitas dan validitas, dan
detail-detail tentang populasi-populasi yang dijadikan dasar standarisasinya.
Aspek-aspek teknis konstruksi tes dibahas lengkap oleh Anastasi (1988).
Sebuah
tes bakat diferensial dapat membantu menjawab jenis-jenis pertanyaan berikut:
1) Apakah
klien belajar lebih baik “sambil bekerja” atau melalui sarana yang lebih
akademik?
2) Apakah
klien memiliki potensi yang lebih kuat untuk bekerja dengan angka-angka atau
dengan kata-kata?
3) Seberapa
cepatkah klien dalam berfikir mandiri?
4) Apakah
klien lebih mampu menyelesaikan masalah dengan menangkap “keseluruhannya” atau
dengan mengeksplorasi detail-detailnya?
Sementara
dibuku yang lain yang membahas tentang bakat menjelaskan bahwa semula tes bakat
mengukur keterampilan, kecakapan, atau kemampuan khusus yang dibutuhkan suatu
kecakapan tertentu (Super & Crites, 1962; Cronbach, 1984). Lebih spesifik
lagi, skor tes bakat menyediakan indeks asesmen keterampilan yang memprediksi
atau pengindikasian bagaimana performa seseorang atas suatu vokasional dan atau
program pelatihan. Sebagai tambahan, tes ini mengindikasi kekuatan atau
kelemahan kognitif individu. Sebagai contoh asesmen skolastik menjelaskan
prediksi keberhasilan program pendidikan. Skor tes bakat menyediakan indeks
kemampuan klerikal.
Tes
bakat diperoleh sebagai baterai asesmen sejumlah bakat dan keterampilan atau
sebagai tes tunggal yang mengukur bakat khusus. Kombinasi skor baterai memprediksi
kriteria pendidikan dan pelatihan tertentu sebagus kriteria performa atas
vokasional tertentu yang membutuhkan kombinasi skolastik. Sebagai contoh
baterai bakat adalah General Aptitude
Test Battrai (GATB). Tes ini dikembangkan oleh Employment Service bagi
konselor pekerjaan, GATB mengukur sembilan bakat: intelligence, verbal, numerical, spatial, form perception, clerical
perception, motor coordination, finger dexterity, dan manual dexterity.
Tes
bakat lain diterbitkan sebagai buklet tes tunggal yang mengukur keluasan
keterampilan khusus termasuk ketangkasan, mekanik komprehensif, bakat
vokasional, bakat klerikal, penalaran design,
bakat seni, dan bakat musik.
Meskipun
tes bakat pada awalnya menjadi dasr prediksi kesuksesan dalam suatu vokasional
atau program pelatihan, juga digunakan sebagai alat konseling untuk eksplorasi
karier. Dalam pendekatan ini, asesmen ciri individual yang merupakan kerangka
bagus untuk mengevaluasi potensi karir. (Uman, 2013: 100)
Contoh
batterai tes bakat majemuk representatif yang pernah dan sering digunakan di
berbagai negara antara lain sebagai berikut.
The Differential Aptitude Test (DAT). Tes
ini terdiri dari delapan subtes: verbal
reasoning, numerical ability, abstract reasoning, space relations, mechanical
reasoning, clerical speed and accuracy, spelling, dan language usage. Pada awanya batterai ini dirancang untuk siswa
sekolah menengah dan perguruan tinggi. Saat skor verbal dan numeric
dikombinasikan, terbentuk bakat skolastik. Subtes lain digunakan untuk
perencanaan vokasional dan pendidikan.
The General Aptitude Test Battrai (GATB). Batterai
ini merupakan komposisi atas delapan paper
and pencil test dan empat tes apparatus. Sembilan kemampuan diukur oleh 12
tes: intelligence, verbal, numerical,
spatial, form perception, clerical perception, motor coordination, finger
dexterity, dan manual dexterity. Tes
ini diputuskan untuk siswa SMA dan orang dewasa. Waktu tes 2,5 jam. Hasil tes
digunakan untuk konseling vokasional, pendidikan, dan penempatan.
Flanagan Aptitude Classification Test (FACT). Tes
ini terdiri dari 16 subtes: inspection,
coding, memory, precision, assembly, scales, coordination, judgement/
comprehension, arithmetic, patterns, components, tables, mechanics, expression,
resoning, and ingenuity. Masing-masing tes mengukur pertimbangan perilaku
kritis terhadap performa pekerjaan. Diputuskan memilih kelompok seleksi.
Keseluruhan aspek tes memerlukan waktu beberapa jam. Awalnya tes ini dirancang
untuk siswa sekolah menengah dan orang dewasa.
Army Services Vocational Aptitude Battrai (ASVAB). Tes
ini terdiri dari 12 subjek: general
informations, numerical operations, attentions to detail, work knowledge,
arithmetic reasoning, space perception, mathematics knowledge, electronic
information, mechanical comprehension, general science, shop information, and
automotive information. Total waktu tes 180 menit. Tes dirancang untuk
konseling karir dalam melayani tentara tapi dapat juga digunakan untuk
konseling karir secara umum. (Uman, 2013: 101)
D.
Pilihan
Karir
Asesmen
perbedaan individu digunaka untuk menilai konseli dalam mmbuat keputusan karir.
Instrumen tersebut menilai isi (contents)
yang bermacam-macam (seperti minat, nilai-nilai) yang menunjukkan adanya
hubungan dalam pilihan karir. Fokus pandangan sekarang tentang instrumen adalah
untuk pengukuran konselidalam proses pembuatan keputusan karir. Tipikal
pengukuran dari variabel-variabel proses karir adalah level keputusan atau
kepastian dan level kematangan karir.
1. Pembuatan
keputusan karir (career decision making)
Pembuatan
keputusan karir sering dapat membantu dalam konseling karir yang
mengindikasikan posisi konseli, apakah berada dalam kputusan arir atau
ketidakmampuan membuat keputusan karir. Intervensi konselor adalah menyeleksi
keinginan yang mungkin berbeda atara konseli yang mampu membuat keputusan
karier dengan konseli yang tidak mampu membuat keputusan karir.
Instrumen
yang secara luas digunakan dalam wilayah ini adalah the Career Decision Scale (CDS, Osipow, 1987). CDS ini terdiri dari
dua bagaian, bagian pertama terdiri dari 19 item untuk mengukur level perasaan
tertentu pada individu dalam membuat keputusan karir. Selanjutnya, 16 item
mengukur level dari ketidakmampuan dalam membuat keputusan karir.
2. Kematangan
Karir (Career Maturity)
Kematangan
karir merupakan tema sentral dalam teori perkembangan karir masa hidup (life span career development) yang
dicetuskan oleh Super. Super memperkenalkan dan mempopulerkan konsep tentang
kematangan karier setelah penelitiannya tentang pola karier ditahun 1950-an.
Kematangan
karir juga didefinisikan sebagai kesesuaian antara perilaku karir individu
dengan perilaku karir yang diharapkan pada usia tertentu di setaip tahap.
Dapat
dimaknai bahwa kematangan karir remaja dapat diukur dan memiliki
indikator-indikator kematangan karir sebagai berikut:
a) Aspek
perencanaan karir
b) Aspek
eksplorasi karir
c) Pengetahuan
tentang membuat keputusan karir
d) Pengetahuan
(informasi) tentang dunia kerja.
e) Aspek
pengetahuan tentang kelompok pekerjaan yang lebih disukai
f) Aspek
Realisme keputusan karir
g) Orientasi
karir. (Uman, 2013: 115)
BAB III
PENUTUP
- SIMPULAN
Tugas
konselor adalah membantu klien untuk memajukan pemahaman diri, didukung dengan
adanya data-data testing pribadi klien. Terlebih ketika melakukan seleksi
pemilihan karir maka berbagai macam aspek perlu dipertimbangkan dengan harapan
agar klien tidak salah dalam mengambil keputusan. Tes seleksi untuk pilihan
karir dalam hal ini dibagi menjadi tes kecerdasan, tes motivasi, tes bakat, dan
pilihan karir.
- SARAN
1. Bagi
Konseli
Hendaknya melakukan
pengambilan keputusan karir dengan selektif dan sesuai dengan bakat minat yang
dimiliki.
2. Bagi
Konselor maupun Para Peneliti Lanjut
Hendaknya
dalam melaksanakan asesmen pemilihan karir konseli,mempertimbangkan berbagai
macam faktor.
DAFTAR PUSTAKA
ABKIN. 2013. Panduan Khusus Bimbingan dan Konseling
Pelayanan Arah Peminatan Peserta Didik. Jakarta: ABKIN
Gibson, Robert
L.. 2011. Bimbingan dan Konseling Edisi
Ketujuh. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Nathan, Robert
dan Linda Hill. 2012. Konseling Karir
Edisi Kedua. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Walgito, Bimo.
2010. Bimbingan dan Konseling (Studi dan
Karir). Yogyakarta: Penerbit ANDI
------------------.
2004. Pengantar Psikologi Umum.
Yogyakarta: Penerbit ANDI
Sobur, Alex.
2003. Psikologi Umum. Bandung:
Pustaka Setia.
Suherman, Uman.
2013. Bimbingan dan Konseling Karir.
Bandung: Rizqi Press.
nafi ahmed write
No comments:
Post a Comment