Monday, 6 February 2017

TES SELEKSI UNTUK PILIHAN KARIR

BAB I
PENDAHULUAN
TES SELEKSI UNTUK PILIHAN KARIR
A.  Latar Belakang
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah diberlakukan hampir satu dekade. Demikian pula kurikulum yang digunakan oleh satuan-satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah yang ada di tanah air, yang dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, telah diberlakukan selama tujuh tahun. Pengembangan kurikulum 2013 diharapkan mampu menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif dan afektif, melalui penguatan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang terintegrasi.
Pelayanan Bimbingan dan Konseling (BK) yang baik dalam kategori yang disebut umum maupun arah peminatan peserta didik, dimulai sedini mungkin, yaitu sejak mereka menjalani pendidikan jenjang sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyyah dan terus berlanjut pada jenjang menengah pertama dan menengah atas. Ini berarti pemilihan karir, peminatan pada siswa khususnya, perlu mendapatkan perhatian dari para guru BK atau para konselor.
Dewasa ini sudah berkembang pengukuran atau tes mengenai seleksi karir itu sendiri. Jumlah dan keragaman tes-tes standar oleh Gibson (2011: 355)dijelaskan bahwa mensyaratkan pengenalan dan kemampuan mengaplikasikan kriteria yang tepat dalam memilih tes. Banyaknya kritikan tentang pengetesan standar di sepanjang waktu yang berfokus kepada perancangan instrumen tes yang tidak optmal dan penggunaan oleh individu kurang terlatih menjadikan dua kriteria ini mutlak berlaku. Tentunya, terdapat sejumlah alasan klinis dan riset bagi ketidak percayaan kita terhadap data yang dihasilkan peranti asesmen. Namun demikian, konselor tetap dapat menggunakannya asalkan dua syarat di atas dipenuhi: tidak menggunakan tes standar yang tidak memberikan pengukuran akurat, dan tidak boleh digunakan konselor yang tidak kompeten menginterpretasikan. Sebuah kekeliruan dalam pengukuran atau interpretasi akan menghasilkan kekeliruan dalam pengambilan keputusan terkait klien.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa proses tes seleksi karir sangat penting dalam diri seorang klien sebagai gambaran kondisinya dan pertimbangan untuk pemilihan karir. Oleh karena itu guna memperoleh kejelasan mengenai tes seleksi untuk pemilihan karir dari segi kecerdasan, motivasi, bakat, dan pilihan karir, maka penulis akan mengulas makalah dengan judul”Tes Seleksi Untuk Pilihan Karir”.

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pada makalah ini maka yang menjadi rumusan masalah adalah:
1.      Apa saja bentuk-bentuk tes seleksi pilihan karir pada  kecerdasan, motivasi,bakat dan pilihan karir?
2.      Bagaimanakah peranan konselor dalam mengimpelementasikan tes seleksi karir pada konseli?

C.  Tujuan
Tujuan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui apa sajakah bentuk-bentuk tes seleksi pilihan karir pada  kecerdasan, motivasi,bakat dan pilihan karir?
2.      Untuk mengetahui bagaimanakah peranan konselor dalam mengimplementasikan tes seleksi karir pada konseli?
D.  Manfaat
1.      Bagi Konseli
Untuk memahami tes seleksi pilihan karir yang ada dan memantapkan diri dalam pengambilan keputusan karir.
2.      Bagi Konselor maupun Para Peneliti Lanjut
Sebagai bahan kajian mengenai tes seleksi pemilihan karir maupun bahan kajian selanjutnya tentang karir
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Kecerdasan
Untuk mengetahui bagaimana mengungkap tes seleksi pilihan karir pada kecerdasan maka berikut akan diulas mengenai apa itu kecerdasan, jenis tes kecerdasan dan manfaatnya untuk klien pada khususnya.
1.                Pengertian
Sobur (2003:156) menjelaskan bahwa intelek adalah daya atau potensi untuk memahami, sedangkan inteligensi adalah aktivitas atau perilaku yang merupakan perwujudan dari daya atau potensi tersebut.
Walgito (2004:191) menjelaskan bahwa kecerdasan (inteligensi) berasal dari kata latin yaitu intelligere yang berarti mengorganisasikan, menghubungkan atau menyatukan satu dengan yang lain (to organize, to relate, to behind together).
Sehubungan dengan intelegensi, ada beberapa para ahli lain yang mendefinisikan intelegensi atau kecerdasan sebagai: “Kemampuan untuk berpikir secara abstrak” (Terman); “Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya” (Colvin); ada pula yang mendefinisikan intelegensi sebagai teknik untuk memproses informasi yang disediakan oleh indra” (Hunt).
Sehingga dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah kemampuan atau daya potensi yang bersifat komprehensif, baik kemampuan berpikir secara abstrak, memproses informasi maupun kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
2.                Jenis Tes Kecerdasan
Masing-masing individu berbeda-beda dalam segi inteligensinya. Karena berbeda dalam segi inteligensinya, maka individu satu dengan individu yang lain tidak sama kemampuannya dalam memecahkan sesuatu masalah yang dihadapinya. Mengenai soal perbedaan inteligensi ini ada pandangan yang menekankan pada perbedaan kualitatif dan pandangan yang menekankan pada perbedaan kuantitatif.
Walgito (2004: 198) menjelaskan bahwa pandangan pertama berpendapat bahwa inteligensi individu satu dengan yang lain itu memang secara kualitatif berbeda, yang berarti bahwa pada dasarnya memang telah berbeda inteligeni individu satu dengan yang lain. Pandangan kedua menitikberatkan pada perbedaan kuantitatif, yang berarti perbedaan inteligeni itu semta-mata karena perbedaan materi yang diterima atau karena perbedaandalam proses belajarnya. Perbedaan dalam proses belajar akan membawa dalam segi inteligensinya.
Baik pandangan yang pertama maupun pandangan yang kedua, keduanya mengakui bahwa individu satu dengan individu lain berbeda dalam segi inteligensinya. Persoalan yang timbul ialah bagaimana orang dapat mengetahui taraf inteligensi itu.
Untuk dapat mengetahui taraf inteligensi seseorang, orang dapat menggunakan inteligensi. Dengan tes inteligensi diharapkan akan dapat mengungkap inteligensi seseorang, dan akan dapat diketahui tentang keadaan tarafnya. Orang yang dipandang sebagai pertama-tama yang menciptakan tes inteligensi adalah Binet. Berikut adalah beberapa macam tes inteligensi:
a)      Binet
Tes inteligensi Binet disusun pertama kali tahun 1905 yang kemudian mendapatkan bermacam-macam revisi baik dari Binet sendiri maupun dari para ahli yang lain. Tes yang disusun dalam tahun 1905 itu kemudian direvisi oleh Binet sendiri pada tahun 1908 sebagai revisi pertama, dan pada tahun1911 diadakan revisi lagi sebagai revisi yang kedua.
Tahun 1916 tes Binet direvisi, dan diadaptasi disesuaikan penggunaannya di Amerika yang dikenal dengan revisi Terman dari Stanford University dan dikenal dengan Stanford Revsion, juga dikenal dengan tes Inteligensi Stanford-Binet. Terman membakukan pemberian tes dan mengembangkan norma tingkat usia, dengan memberikan tes kepada ribuan anak. Tes Binet ini kemudian dikenal dengan nama Stanford Binet Scale direvisi lagi tahun 1937, 1960, 1972, dan terakhir pada tahun 1986. Di samping itu juga digunakan pengertian Intelligence Quotient atau disingkat IQ. Indeks ini mengekspresikan inteligensi sebagai rasio usia mental (MA) terhadap usia kronologis (CA).
                              IQ=(MA:CA)X 100
100 digunakan sebagai pengali, sehingga IQ memiliki nilai 100 jika MA sama dengan CA. Jika MA lebih rendah dari CA maka IQ lebih kecil dari 100, jika MA lebih tnggi dari CA, maka IQ lebih tinggi dari 100.
Gibson (2011:359) menjelaskan bahwa tes tersebut masih tetap populer sampai sekarang, bahkan dengan revisi terbarunya adalah edisi kelima (2003) yang bisa digunakan untuk individu berusia 2 sampai 85 tahun.  Berikut adalah contoh tipikal soal stanford binet intelligence Scale revisi 1986, untuk anak usia 6 sampai 8 tahun:
(1)   Penalaran verbal
Contoh:mendefinisikan kata, menjawab pertanyaan,dan lain-lain.
(2)   Penalaran kuantitatif
Contoh: melakukan hitung aritmatika sederhana, mengurutkan angka, atau membentuk persamaan
(3)   Penalaran abstrak/visual
Contoh: analisis pola, mencontoh gambar
(4)   Memori jangka pendek
Contoh:megingat bentuk, mengingat kalimat,megingat benda
b)      Wechler
Seiring berkembang dengan pesatnya tes inteligensi, dalam tahun 1939 David Wechsler (ahli psikologi klinis) menciptakan individual intelligence test,yang dikenal dengan Wechler Bullevue Intelligence test yang dikenal dengan tes inteligensi WB. Dalam tahun 1949 diciptakann tes Wechsler Intelligence for Children atau sering dikenal dengan tes inteligensi WISC,yang khusus diperuntukkan anak-anak. Klasifikasi IQ-nya adalah:

Very superior
IQ di atas 130
Superior
IQ 120- 129
Bright Normal
IQ 110 - 119
Average
IQ 90 - 109
Dull Normal
IQ 80 - 89
Borderline
IQ 70 - 79
Mental defective
IQ 69 dan ke bawah
Tabel 2.1 Klasifikasi IQ Wechsler
Pada tahun 1955 Wechsler menciptakan tes inteligensi untuk orang dewasa yang dikenal dengan Wechsler Adult Intelligence Scale atau yang dikenal dengan tes intelegensi WAIS.
Wechsler mengembangkan tiga perangkat instrumen kecerdasan yang mirip pendekatannya namun diperuntukkan bagi kelompok usia yang berbeda-beda. Gibson (2011:360) menyebutkan jenis-jenis tes itu adalah WPPSI-III, WISC-IV, WAIS-III. Karena kemiripan semua instrumen kecerdasan Wechsler, maka informasi tentang WAIS-III berikut dapat dianggap menggambarkan kerangka umum penskoran WPPSI-III, dan WISC-IV, meski ada juga sejumlah perbedaan kecil di antara ketiganya seperti uraian berikut:
-          Verbal Comprehension Index: mengukur perhatian verbal, konsentrasidan kecepatan pemrosesan, mengandung subtes seperti kosakata, padanan kata, informasi dan pemahaman.
-          Perceptual Organization Index: mengukur kemampuan persepsi visual dan koordinasi tangan-mata,meliputi subtes seperti rncangan balok, penalaran matriks,penyelesaian gambar, dan sebagainya.
-          Working Memory Index: mengukur kemampuan individu memproses informasi dan penggunaan aktif informasi yang masuk.
-          Processing Speed Index: mengukur kecepatan mental dan motorik dan kemapuan untk mengorganisasikan, merencanakan dan mengimplementasikan strategiyang tepat.
Walgito (2004:202) menambahkan lebih lanjut bahwa tes WAIS pada dasarnya merupakan tes intelegensi ndividual dengan menggunakan bermacam-macam tugas. Sub tes dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu yang verbal dan yang performance. Bagaimana bentuk sub tes dari WAIS dapat dilihat pada tabel berikut:

Verbal subtest
Performance subtest
Information
Picture arangement
General comprehension
Ppicture completion
Memory span
Block design
Arithmetic reasoning
Object assembly
Similarities
Digit symbol (coding)
Vocabulary
Tabel 2.2 subtes WAIS
B.       Motivasi
  1. Pengertian
Walgito (2004:220) menjelaskan bahwa motivasi berasal dari kata motif. Sedangkan motif bersal dari bahasa Latin movere yang diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat atau merupakan driving force.
Motif sebagai pendorong pada umumnya tidak berdiri sendiri, tetapi saling kait menkait dengan faktor-faktor lain. Hal-hal yang dapat mempengaruhi motif disebut motivasi. Motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku ke arah tujuan.
  1. Tes Motivasi
Nathan dan Hill (2012:143-144)menjelaskan bahwa pada sebagian kuesioner yang ada bersifat “normatif”, artinya “skor” klien dibandingkan dengan populasi secara umum atau dengan populasi tertentu. Sebagai contoh, respon-respon seseorang mungkin menunjukkan kesukaan yang lebih besar untuk berhubungan dengan orang-orang dibanding mayoritas populasi.
Menurut Nathan minat dan motivasi saling berkaitan. Dan untuk menumbuhkan minat itu perlu adannya dorongan atau rewarding sebagai salah satu kunci vital yang memotivasi seseorang. Kemampuan semata tidak banyak berguna tanpa minat yang adekuat untuk mendukungnya.
Konselor karir dapat membantu klien mengases minatnya dengan menggunakan beberapa pertanyaan berikut:
-          Mata pelajaran apa yang paling Anda sukai di sekolah?
-          Pekerjaan/aspek-aspek pekerjaan yang mana yang paling Anda nikmati?
-          Apa kegiatan ekstrakurikuler yang Anda ikuti dengan senang hati?
-          Apa hobi, minat dan kegiatan yang Anda nikmati pada waktu luang?
-          Dan lain-lain.
C.      Bakat
Tes-tes ini memiliki data normatif, artinya data itu telah diuji pada sebuah populasi random atau representatif yang mengerjakan tes tersebut. Sebagai contoh, salah satu tes yang digunakan memiliki sebuah kelompok pembanding “populasi secara umum” dan tes untuk tingkat manajerial dan profesional:. Jika menggunakan tes untuk orang-orang yang lebih muda, mungkin tepat guna untuk menggunakan kelompok pembanding yang sama dengan tingkat pendidikan individu yang bersangkutan. Dari pengalaman kami di bidang konseling karier, kelompok “populasi secara umum” biasanya sudah cukup ketika menggunakan sebuah tes bakat diferensial, karena ini memungkinkan kapasitas-kapasitas alamiah individu untuk ditunjukkan, melalui perbedaan, bukan hanya tingkat, yang dicapai. Kinerja Aperson pada tes dibandingkan dengan kinerja orang lain, dan sebuah profil dihasilkan dari berbagai kekuatan dan kelemahan relatif. Bidang-bidang yang lazim diukur termasuk penalaran abstrak, verbal, dan numerik. (Nathan, 2012: 141)
Tes-tes tersebut harus:
1.      Valid, sebuah tes harus mengukur apa yang dimaksud untuk diukur. Tipe-tipe utama validitas termasuk:
a)      Validitas isi, yang berhubungan dengan seberapa baik hubungan antara sebuah tes dan perilaku. Jika tes mengatakan bahwa ia mengukur bakat, maka ia seharusnya tidak memasukkan pertanyaan-pertanyaan yang mengukur prestasi.
b)      Validitas konstrak, yaitu sejauh mana tes mengukur sebuah konstrak teoritik seperti misalnya kemampuan verbal dan
c)      Validitas prediktif, yang mempertimbangkan sejauh mana sebuah tes dapat dianggap memprediksi kualitas yang diukur, dan
2.      Reliabel, tes seharusnya memberikan indikasi yang cukup konsisten tentang sebuah kemampuan dari waktu ke waktu.
Jadi, jika sekelompok orang mengerjakan tes yang sama dua kali, setelah selang waktu yang wajar hasil-hasilnya identik atau nyaris identik, maka kemungkinan tes tersebut realibel.
Setiap tes seharusnya disertai dengan manual, yang mendeskripsikan tentang penelitian yang dilakukan dan memberikan angka-angka untuk realibilitas dan validitas, dan detail-detail tentang populasi-populasi yang dijadikan dasar standarisasinya. Aspek-aspek teknis konstruksi tes dibahas lengkap oleh Anastasi (1988).
Sebuah tes bakat diferensial dapat membantu menjawab jenis-jenis pertanyaan berikut:
1)      Apakah klien belajar lebih baik “sambil bekerja” atau melalui sarana yang lebih akademik?
2)      Apakah klien memiliki potensi yang lebih kuat untuk bekerja dengan angka-angka atau dengan kata-kata?
3)      Seberapa cepatkah klien dalam berfikir mandiri?
4)      Apakah klien lebih mampu menyelesaikan masalah dengan menangkap “keseluruhannya” atau dengan mengeksplorasi detail-detailnya?

Sementara dibuku yang lain yang membahas tentang bakat menjelaskan bahwa semula tes bakat mengukur keterampilan, kecakapan, atau kemampuan khusus yang dibutuhkan suatu kecakapan tertentu (Super & Crites, 1962; Cronbach, 1984). Lebih spesifik lagi, skor tes bakat menyediakan indeks asesmen keterampilan yang memprediksi atau pengindikasian bagaimana performa seseorang atas suatu vokasional dan atau program pelatihan. Sebagai tambahan, tes ini mengindikasi kekuatan atau kelemahan kognitif individu. Sebagai contoh asesmen skolastik menjelaskan prediksi keberhasilan program pendidikan. Skor tes bakat menyediakan indeks kemampuan klerikal.
Tes bakat diperoleh sebagai baterai asesmen sejumlah bakat dan keterampilan atau sebagai tes tunggal yang mengukur bakat khusus. Kombinasi skor baterai memprediksi kriteria pendidikan dan pelatihan tertentu sebagus kriteria performa atas vokasional tertentu yang membutuhkan kombinasi skolastik. Sebagai contoh baterai bakat adalah General Aptitude Test Battrai (GATB). Tes ini dikembangkan oleh Employment Service bagi konselor pekerjaan, GATB mengukur sembilan bakat: intelligence, verbal, numerical, spatial, form perception, clerical perception, motor coordination, finger dexterity, dan manual dexterity.
Tes bakat lain diterbitkan sebagai buklet tes tunggal yang mengukur keluasan keterampilan khusus termasuk ketangkasan, mekanik komprehensif, bakat vokasional, bakat klerikal, penalaran design, bakat seni, dan bakat musik.
Meskipun tes bakat pada awalnya menjadi dasr prediksi kesuksesan dalam suatu vokasional atau program pelatihan, juga digunakan sebagai alat konseling untuk eksplorasi karier. Dalam pendekatan ini, asesmen ciri individual yang merupakan kerangka bagus untuk mengevaluasi potensi karir. (Uman, 2013: 100)
Contoh batterai tes bakat majemuk representatif yang pernah dan sering digunakan di berbagai negara antara lain sebagai berikut.
The Differential Aptitude Test (DAT). Tes ini terdiri dari delapan subtes: verbal reasoning, numerical ability, abstract reasoning, space relations, mechanical reasoning, clerical speed and accuracy, spelling, dan language usage. Pada awanya batterai ini dirancang untuk siswa sekolah menengah dan perguruan tinggi. Saat skor verbal dan numeric dikombinasikan, terbentuk bakat skolastik. Subtes lain digunakan untuk perencanaan vokasional dan pendidikan.
The General Aptitude Test Battrai (GATB). Batterai ini merupakan komposisi atas delapan paper and pencil test dan empat tes apparatus. Sembilan kemampuan diukur oleh 12 tes: intelligence, verbal, numerical, spatial, form perception, clerical perception, motor coordination, finger dexterity, dan manual dexterity. Tes ini diputuskan untuk siswa SMA dan orang dewasa. Waktu tes 2,5 jam. Hasil tes digunakan untuk konseling vokasional, pendidikan, dan penempatan.
Flanagan Aptitude Classification Test (FACT). Tes ini terdiri dari 16 subtes: inspection, coding, memory, precision, assembly, scales, coordination, judgement/ comprehension, arithmetic, patterns, components, tables, mechanics, expression, resoning, and ingenuity. Masing-masing tes mengukur pertimbangan perilaku kritis terhadap performa pekerjaan. Diputuskan memilih kelompok seleksi. Keseluruhan aspek tes memerlukan waktu beberapa jam. Awalnya tes ini dirancang untuk siswa sekolah menengah dan orang dewasa.
Army Services Vocational Aptitude Battrai (ASVAB). Tes ini terdiri dari 12 subjek: general informations, numerical operations, attentions to detail, work knowledge, arithmetic reasoning, space perception, mathematics knowledge, electronic information, mechanical comprehension, general science, shop information, and automotive information. Total waktu tes 180 menit. Tes dirancang untuk konseling karir dalam melayani tentara tapi dapat juga digunakan untuk konseling karir secara umum. (Uman, 2013: 101)

D.                Pilihan Karir
Asesmen perbedaan individu digunaka untuk menilai konseli dalam mmbuat keputusan karir. Instrumen tersebut menilai isi (contents) yang bermacam-macam (seperti minat, nilai-nilai) yang menunjukkan adanya hubungan dalam pilihan karir. Fokus pandangan sekarang tentang instrumen adalah untuk pengukuran konselidalam proses pembuatan keputusan karir. Tipikal pengukuran dari variabel-variabel proses karir adalah level keputusan atau kepastian dan level kematangan karir.
1.      Pembuatan keputusan karir (career decision making)
Pembuatan keputusan karir sering dapat membantu dalam konseling karir yang mengindikasikan posisi konseli, apakah berada dalam kputusan arir atau ketidakmampuan membuat keputusan karir. Intervensi konselor adalah menyeleksi keinginan yang mungkin berbeda atara konseli yang mampu membuat keputusan karier dengan konseli yang tidak mampu membuat keputusan karir.
Instrumen yang secara luas digunakan dalam wilayah ini adalah the Career Decision Scale (CDS, Osipow, 1987). CDS ini terdiri dari dua bagaian, bagian pertama terdiri dari 19 item untuk mengukur level perasaan tertentu pada individu dalam membuat keputusan karir. Selanjutnya, 16 item mengukur level dari ketidakmampuan dalam membuat keputusan karir.
2.      Kematangan Karir (Career Maturity)
Kematangan karir merupakan tema sentral dalam teori perkembangan karir masa hidup (life span career development) yang dicetuskan oleh Super. Super memperkenalkan dan mempopulerkan konsep tentang kematangan karier setelah penelitiannya tentang pola karier ditahun 1950-an.
Kematangan karir juga didefinisikan sebagai kesesuaian antara perilaku karir individu dengan perilaku karir yang diharapkan pada usia tertentu di setaip tahap.
Dapat dimaknai bahwa kematangan karir remaja dapat diukur dan memiliki indikator-indikator kematangan karir sebagai berikut:
a)      Aspek perencanaan karir
b)      Aspek eksplorasi karir
c)      Pengetahuan tentang membuat keputusan karir
d)     Pengetahuan (informasi) tentang dunia kerja.
e)      Aspek pengetahuan tentang kelompok pekerjaan yang lebih disukai
f)       Aspek Realisme keputusan karir
g)      Orientasi karir. (Uman, 2013: 115)


BAB III
PENUTUP

  1. SIMPULAN

Tugas konselor adalah membantu klien untuk memajukan pemahaman diri, didukung dengan adanya data-data testing pribadi klien. Terlebih ketika melakukan seleksi pemilihan karir maka berbagai macam aspek perlu dipertimbangkan dengan harapan agar klien tidak salah dalam mengambil keputusan. Tes seleksi untuk pilihan karir dalam hal ini dibagi menjadi tes kecerdasan, tes motivasi, tes bakat, dan pilihan karir.

  1. SARAN
1.      Bagi Konseli
Hendaknya melakukan pengambilan keputusan karir dengan selektif dan sesuai dengan bakat minat yang dimiliki.
2.      Bagi Konselor maupun Para Peneliti Lanjut
Hendaknya dalam melaksanakan asesmen pemilihan karir konseli,mempertimbangkan berbagai macam faktor.


DAFTAR PUSTAKA


ABKIN. 2013. Panduan Khusus Bimbingan dan Konseling Pelayanan Arah Peminatan Peserta Didik. Jakarta: ABKIN

Gibson, Robert L.. 2011. Bimbingan dan Konseling Edisi Ketujuh. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Nathan, Robert dan Linda Hill. 2012. Konseling Karir Edisi Kedua. Yogyakarta :  Pustaka Pelajar

Walgito, Bimo. 2010. Bimbingan dan Konseling (Studi dan Karir). Yogyakarta: Penerbit ANDI

------------------. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Penerbit ANDI

Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Suherman, Uman. 2013. Bimbingan dan Konseling Karir. Bandung: Rizqi Press.

nafi ahmed write


No comments:

Post a Comment